Translate

Jumat, 29 Mei 2015

Hubungan antara Kesehatan Mental dengan Religiusitas

Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial) (Mujib dan Mudzakir, 2001, 2003).
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
Pola negatif (salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari segala neurosis (al-amradh al-ashabiyah) dan psikosis (al-amradh al-dzihaniyah).
·         Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya.

Ciri-ciri Kesehatan Mental
Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:
1)    Memiliki sikap batin (Attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
2)    Aktualisasi diri.
3)    Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi yang psikis ada.
4)    Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri).
5)    Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada. 
6)    Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri. (Jahoda, 1980).
Secara gamblang, banyak penelitian dalam bidang psikologi, psikiatri, medis, kesehatan masyarakat, sosiologi dan epidemiologi yang membuktikan efek positif dari keterlibatan agama dalam kesehatan fisik dan mental manusia. Penelitian tersebut juga menunjukkan pentingnya aspek keagamaan dalam kehidupan manusia. 
Penelitian itu menggunakan beberapa unsur psikologis yang terkait dengan agama, yaitu: 
  • kepercayaan akan adanya Tuhan yang mempengaruhi kehidupan; 
  • tingkat kualitas dalam melakukan aktivitas agama (contoh: frekuensi berdoa, penghayatan dalam berdoa); dan 
  • tingkat komitmen dalam beragama.
 
Religiusitas berpengaruh pada kesehatan mental. Hasil penelitian selama dua decade  menyimpulkan bahwa agama memiliki kaitan dengan kesejahteraan psikologis. Individu dengan konsep agama yang positif memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami depresi. Selain itu, individu juga akan merasa bahagia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Penjelasan lain juga mengungkapkan bahwa dengan berdoa, keadaan psikologis dari seseorang akan menjadi lebih tenang, sehingga tubuh menjadi lebih rileks. Hal itu pun berakibat pada berkurangnya tingkat kecemasan dan selanjutnya juga member efek positif pada fisik, seperti lancarnya proses pernafasan dan pencernaan.

Hubungan antara kesehatan mental dengan agama : 
a.      Agama dan Kesehatan Mental
Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini Karena manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man).
Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam (QS Ar Ruum 30:30) Artinya:”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui fitrah Allah”,  maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
 
b.      Agama sebagai Terapi Kesehatan Mental
Agama sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagiaan adalah (QS An Nahl 16:97) Artinya : “ Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.
Ditekankan dalam ayat Ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman (QS Ar Ra’ad 13:28) Artinya : “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram “.
Kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya  sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi maupun kecerdasan intelektual.
Proses penyesuaian diri terhadap seluruh aspek kehidupan, orang yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan gagal dalam menjalani kehidupannya. Manusia diciptakan untuk hidup bersama, bermasyarakat, saling membutuhkan satu sama lain dan selalu berinteraksi, hal ini sesuai dengan konsep sosiologi modern yaitu manusia sebagai makhluk Zoon Politicon.
Sumber : 
  • Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Abdul Mujib, M.Ag. Jusuf Mudzakir, M.Si
  • Arifin S. B. (2008). Psikologi agama. Bandung: Pustaka Setia. 
  • Jalaluddin (1997). Psikologi agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.  
  • http://tapsikusuka.blogspot.com/2013/06/kesehatan-mental-dalam-perspektif-islam.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar