Fenomena Child Abuse
Beberapa tahun
terakhir ini kita
dikejutkan oleh pemberitaan
media cetak serta elektronik tentang
kasus-kasus kekerasan pada
anak. Kenakalan anak adalah
hal yang paling
sering menjadi penyebab
kemarahan orang tua, sehingga anak menerima hukuman dan bila disertai
emosi maka orangtua tidak segan
untuk memukul atau melakukan kekerasan
fisik. Bila hal
ini sering dialami oleh anak maka
akan menimbulkan luka
yang mendalam pada fisik dan
batinnya. Sehingga akan menimbulkan kebencian pada orang tuanya
dan trauma pada anak. Akibat lain dari kekerasan anak
akan merasa rendah
harga dirinya karena
merasa pantas mendapat hukuman sehingga
menurunkan prestasi anak
disekolah atau hubungan
sosial dan pergaulan dengan teman-temannya menjadi
terganggu, hal ini
akan mempengaruhi rasa percaya
diri anak yang
seharusnya terbangun sejak kecil.
Apa yang dialaminya
akan membuat anak meniru kekerasan dan bertingkah laku agresif dengan
cara memukul atau membentak bila
timbul rasa kesal didalam
dirinya. Akibat lain anak akan selalu cemas, mengalami mimpi buruk, depresi atau masalah
masalah di sekolah.
- Tindakan kekerasan adalah segala tindakan yang cenderung menyakiti orang lain, berbentuk agresi fisik, agresi verbal, kemarahan atau permusuhan (Abu Huraerah: 2006). Masing-masing bentuk kekerasan memiliki faktor pemicu dan konsekuensi yang berbeda-beda. Penderaan anak atau penganiayaan anak atau kekerasan pada anak atau perlakuan salah terhadap anak merupakan terjemahan bebas dari child abuse, yaitu perbuatan semena-mena orang yang seharusnya menjadi pelindung (guard) pada seorang anak (individu berusia kurang dari 18 tahun) secara fisik, seksual, dan emosiona.
- Pengertian kekerasan Menurut UU perlindungan anak no 23 tahun 2003dalam Pasal 3 UU PA adalah meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran
- UNICEF mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak adalah “Semua bentuk perlakuan salah secara fisik dan/atau emosional, penganiayaan seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara komersial atau lainnya yang mengakibatkan gangguan nyata ataupun potensial terhadap perkembangan, kesehatan, dan kelangsungan hidup anak ataupun terhadap martabatnya dalam konteks hubungan yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan”.
Terdapat banyak
teori berkaitan dengan kekerasan
pada anak, di antaranya teori yang berkaitan
dengan stres di
dalam keluarga (family
stress). Menurut Emmy (2007) Komisi Perlindungan Anak Indonesia kekerasan terhadap anak terbagi atas: kekerasan fisik, penelantaran, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional. Namun antara kekerasan yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Anak yang menderita kekerasan fisik, pada saat yang bersamaan juga menderita kekerasan emosional.
Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap
anak antara lain :
- Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung kepada orang dewasa.
- Kemiskinan keluarga, banyak anak
- Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang, atau keluarga tanpa ayah.
- Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar nikah.
- Penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua.
- Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang dulu sering ditelantarkan atau mendapat perlakukan kekerasan sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama.
- Kondisi lingkungan sosial yang buruk, keterbelakangan.
Secara umum ciri-ciri anak
yang mengalami kekerasan adalah
sebagai berikut :
- Menunjukkan perubahan pada tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah.
- Tidak memperoleh bantuan untuk masalah fisik dan masalah kesehatan yang seharusnya menjadi perhatian orang tua.
- Memiliki gangguan belajar atau sulit berkonsentrasi, yang bukan merupakan akibat dari masalah fisik atau psikologis tertentu.
- Selalu curiga dan siaga, seolah-olah bersiap-siap untuk terjadinya hal yang buruk.
- Kurangnya pengarahan orang dewasa.
- Selalu mengeluh, pasif atau menghindar.
- Datang ke sekolah atau tempat aktivitas selalu lebih awal dan pulang terakhir, bahkan sering tak mau pulang kerumah.
- Tak ada perhatian pada anak.
- Menyangkal adanya masalah pada anak baik di rumah maupun sekolah, dan menyalahkan anak untuk semua masalahnya.
- Meminta guru untuk memberikan hukuman berat dan menerapkan disiplin pada anak.
- Menganggap anak sebagai anak yang bandel, tak berharga, dan susah diatur.
- Menuntut tingkat kemampuan fisik dan akademik yang tak terjangkau oleh anak.
- Hanya memperlakukan anak sebagai pemenuhan kepuasan akan kebutuhan emosional untuk mendapatkan perhatian dan perawatan.
- Jarang bersentuhan fisik dan bertatap mata.
- Hubungan diantara keduanya sangat negatif.
pemerintah.
Sumber :
- Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta :Penerbit Nuansa
- UU PA No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
- Emmy Soekresno S. Pd.(2007). Mengenali Dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia, http://www.kpai.go .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar