Translate

Jumat, 29 Mei 2015

Fenomena Child Abuse



Fenomena Child Abuse

Beberapa  tahun  terakhir  ini  kita  dikejutkan  oleh  pemberitaan  media  cetak  serta  elektronik  tentang  kasus-kasus  kekerasan  pada  anak. Kenakalan  anak  adalah  hal  yang  paling  sering  menjadi  penyebab  kemarahan orang tua, sehingga anak menerima hukuman dan bila disertai emosi maka orangtua tidak segan  untuk  memukul  atau melakukan  kekerasan  fisik.  Bila  hal  ini  sering  dialami oleh anak  maka  akan  menimbulkan  luka  yang  mendalam  pada  fisik  dan  batinnya.  Sehingga  akan menimbulkan kebencian pada orang tuanya dan trauma pada anak.  Akibat lain dari kekerasan  anak  akan  merasa  rendah  harga  dirinya  karena  merasa  pantas  mendapat hukuman  sehingga   menurunkan  prestasi  anak  disekolah  atau  hubungan  sosial  dan pergaulan dengan  teman-temannya  menjadi  terganggu,  hal  ini  akan  mempengaruhi  rasa percaya  diri  anak  yang  seharusnya  terbangun  sejak kecil.  Apa  yang  dialaminya  akan membuat anak meniru kekerasan dan bertingkah laku agresif dengan cara memukul atau membentak bila  timbul  rasa kesal didalam dirinya.  Akibat  lain anak akan selalu  cemas, mengalami mimpi buruk, depresi atau masalah masalah di sekolah.


  • Tindakan kekerasan adalah segala tindakan yang cenderung menyakiti orang lain, berbentuk agresi fisik, agresi verbal, kemarahan atau permusuhan (Abu Huraerah: 2006). Masing-masing bentuk kekerasan memiliki faktor pemicu dan konsekuensi yang berbeda-beda. Penderaan anak atau penganiayaan anak atau kekerasan pada anak atau perlakuan salah  terhadap  anak  merupakan  terjemahan  bebas  dari child  abuse,  yaitu  perbuatan semena-mena  orang  yang  seharusnya  menjadi  pelindung  (guard)  pada  seorang  anak (individu berusia kurang dari  18  tahun)  secara  fisik, seksual, dan  emosiona.    
  • Pengertian kekerasan  Menurut  UU  perlindungan  anak  no  23  tahun  2003dalam  Pasal  3  UU  PA adalah meliputi    kekerasan    fisik,    psikis, seksual,    dan    penelantaran
  • UNICEF mendefinisikan  bahwa  kekerasan terhadap anak adalah “Semua bentuk perlakuan salah secara  fisik  dan/atau  emosional,  penganiayaan  seksual,  penelantaran,  atau  eksploitasi secara  komersial  atau  lainnya  yang  mengakibatkan  gangguan  nyata  ataupun  potensial terhadap  perkembangan,  kesehatan,  dan  kelangsungan  hidup  anak  ataupun  terhadap martabatnya   dalam   konteks  hubungan  yang  bertanggung  jawab,  kepercayaan,  atau kekuasaan”.

Terdapat  banyak teori  berkaitan dengan  kekerasan  pada  anak, di antaranya teori yang  berkaitan  dengan  stres  di  dalam  keluarga  (family  stress).  Menurut Emmy (2007) Komisi Perlindungan Anak Indonesia kekerasan terhadap anak terbagi atas: kekerasan fisik, penelantaran, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional. Namun antara kekerasan yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Anak yang menderita kekerasan fisik, pada saat yang bersamaan juga menderita kekerasan emosional.

Faktor penyebab terjadinya kekerasan  terhadap  anak antara  lain  :
  1.  Anak mengalami  cacat  tubuh,  retardasi  mental,  gangguan  tingkah  laku,  autisme,  terlalu  lugu, memiliki   temperamen   lemah,   ketidaktahuan   anak   akan   hak-haknya,   dan   terlalu bergantung  kepada  orang  dewasa. 
  2. Kemiskinan  keluarga,  banyak  anak
  3. Keluarga pecah  (broken  home)  akibat  perceraian,  ketiadaan  ibu  dalam  jangka  panjang,  atau keluarga    tanpa    ayah.   
  4. Keluarga    yang    belum    matang    secara    psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar nikah.
  5. Penyakit gangguan mental pada salah  satu  orang  tua.
  6. Pengulangan  sejarah  kekerasan:  orang  tua  yang  dulu  sering ditelantarkan atau mendapat perlakukan kekerasan sering memperlakukan anak-anaknya  dengan pola yang sama.
  7. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, keterbelakangan.  
 

Secara  umum ciri-ciri  anak  yang  mengalami kekerasan adalah sebagai berikut  :
  1. Menunjukkan perubahan pada tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah.
  2. Tidak   memperoleh   bantuan untuk   masalah   fisik   dan   masalah   kesehatan   yang seharusnya menjadi perhatian orang tua.
  3. Memiliki  gangguan  belajar  atau  sulit  berkonsentrasi,  yang  bukan  merupakan  akibat dari masalah fisik atau psikologis tertentu.
  4. Selalu curiga dan siaga, seolah-olah bersiap-siap untuk terjadinya hal yang buruk.
  5. Kurangnya pengarahan orang dewasa.
  6. Selalu mengeluh, pasif atau menghindar.
  7. Datang ke sekolah atau tempat aktivitas selalu lebih awal dan pulang terakhir, bahkan sering tak mau pulang kerumah. 
Sedangkan ciri-ciri umum orang tua yang melakukan kekerasan pada anak adalah :
  1. Tak ada perhatian pada anak.
  2. Menyangkal   adanya   masalah   pada   anak   baik   di   rumah   maupun   sekolah,   dan menyalahkan anak untuk semua masalahnya.
  3. Meminta guru untuk memberikan hukuman berat dan menerapkan disiplin pada anak.
  4. Menganggap anak sebagai anak yang bandel, tak berharga, dan susah diatur.
  5. Menuntut tingkat kemampuan fisik dan akademik yang tak terjangkau oleh anak.
  6. Hanya memperlakukan anak sebagai pemenuhan kepuasan akan kebutuhan emosional untuk mendapatkan perhatian dan perawatan. 
Ciri-ciri umum orang tua dan anak yang menjadi pelaku dan korban tindak kekerasan :
  1. Jarang bersentuhan fisik dan bertatap mata. 
  2. Hubungan diantara keduanya sangat negatif.
Upaya perlindungan yang dapat dilakukan berkaitan dengan kekerasan pada anak ini dapat dilakukan dengan pendekatan kesehatan pada masyarakat (public health), yaitu melalui usaha promotif, preventif, diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif. Sedangkan upaya untuk mereduksi meningkatnya jumlah kekerasan terhadap anak  dapat dilakukan oleh orang tua, guru sebagai pendidik, masyarakat dan
pemerintah.

Sumber :
  1. Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta :Penerbit Nuansa
  2. UU PA No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
  3. Emmy Soekresno S. Pd.(2007). Mengenali Dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia, http://www.kpai.go .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar